onlineku.info, SAMARINDA KOTA. Rencana penyelenggaraan upacara kemerdekaan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada 17 Agustus nanti, mendapat kritik dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim. Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari menilai bahwa upacara tersebut lebih sebagai upaya pencitraan pemerintah ketimbang perayaan kemerdekaan yang sesungguhnya.
“Upacara ini digelar di tengah krisis lingkungan dan sosial yang semakin parah di Kalimantan Timur,” ucapnya pada awak media. Eta, sapannya, menyoroti degradasi lingkungan yang kian meluas akibat proyek pembangunan IKN, serta belum terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat seperti air bersih dan listrik. Dirinya juga mempertanyakan urgensi pemindahan ibu kota negara dan dampaknya bagi masyarakat.
“Apakah pembangunan IKN benar-benar demi kepentingan rakyat atau hanya ambisi sekelompok elite?,” ungkapnya. Dirinya menuding bahwa proyek ini telah memicu konflik sosial, penggusuran, dan kerusakan lingkungan yang meluas, tidak hanya di Kaltim, tetapi juga di daerah lain seperti Sulawesi Tengah yang menjadi sumber bahan bangunan.
Apalagi menurutnya sekitar 30 juta ton pasir dan batu yang dikirimkan dari Sulawesi Tengah (Sulteng) cukup menyebabkan masalah pernapasan, jalan rusak, dan ancaman kesehatan.
Menurutnya, pembangunan IKN telah mengabaikan suara masyarakat dan mengorbankan lingkungan demi kepentingan jangka pendek. Ia mendesak agar pemerintah menghentikan sementara proyek ini dan melakukan evaluasi menyeluruh.
“Kita perlu bertanya apakah pemindahan ibu kota benar-benar solusi bagi permasalahan di Jakarta? Dan apakah masyarakat Indonesia secara luas mendukung proyek ini,” tegasnya.
Menurutnya, jika ibu kota negara dipindahkan, seharusnya kondisi di Jakarta dipulihkan terlebih dahulu.
Banyak protes dan masalah yang muncul, mulai dari tidak adanya investor yang bergabung hingga pembangunan ini menggunakan dana publik. Ia berharap masyarakat dalam mampu menyadari hal tersebut dan turut memberikan keputusan besar demi keberlangsungan bangsa kedepan.
“Pembangunan ibu kota baru harus adil dan partisipatif, bukan hanya untuk generasi sekarang, tetapi juga untuk masa depan. Informasi harus dibuka agar kita semua memahami dan mengetahui kepentingan di balik pembangunan ini,” pungkasnya. (mrf/nha)
Editor: Redaksi Sapos