Kotanusantara.id, SAMARINDA KOTA. Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 berbunyi bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun sepertinya beleid itu tidak berlaku bagi ratusan nelayan di Kota Samarinda.
Faktanya meski berusaha di salah satu provinsi penghasil minyak terbesar di Indonesia, nelayan Samarinda yang menyambung hidup dari hasil sungai dan laut harus merasakan susahnya memperoleh Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar.
Akibatnya nelayan yang seharusnya memperoleh solar murah yang disubsidi pemerintah, harus merogoh kocek lebih dalam lantaran. Mereka harus membeli solar non subsidi yang dijual kapal-kapal perusahaan.
Bahkan kesulitan itu sudah dialami nelayan sejak 2022, yang mana ketika itu ratusan nelayan sempat menggelar aksi protes karena tidak beroperasinya lagi Stasiun Bahan Bakar Bunker (SPBB) di Jalan 79, RT 14, Kelurahan Masjid, Kecamatan Samarinda Seberang.
“Tetapi hingga saat ini belum ada solusi yang efektif dari Pemkot,” kata Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Samarinda, Syahril Saili. Padahal masalah ini sempat mencuat sejak 2022 lalu. Tapi dua tahun berlalu belum juga berhasil diselesaikan.
Syahril mengatakan, HMI sebagai organisasi yang bersifat independen menyatakan sikap tegas terkait masalah yang menimpa nelayan di Samarinda.
“Nelayan adalah pahlawan, yang berjuang memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Ini adalah kemarahan kami ketika hak-hak nelayan belum mereka dapatkan,” katanya.
“Pemerintah harus segera memberikan solusi secepat mungkin. Jika dalam waktu 1×24 jam tidak ada respons dari pihak terkait, kami siap membentuk gerakan people power bersama para nelayan Samarinda,” lanjutnya.
Bahkan mantan ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Perikanan Unmul itu juga menyatakan bahwa HMI akan segera mengadakan konsolidasi bersama ratusan nelayan untuk memperjuangkan hak mereka. “Sehingga tuntutan itu bisa didengar dan mendapatkan solusi terbaik,” tutupnya.
Sementara itu dikonfirmasi melalui sambungan telepon WhatsApp, Kepala Dinas Perikanan (Kadiskan) Samarinda, Fauzi Irawan menyampaikan, dirinya masih menunggu laporan dari tim terkait masalah tersebut. “Saya masih tunggu laporan tim,” tegasnya.
Disinggung mengenai hasil pengumpulan data Diskan terkait persoalan BBM nelayan pada 2022. Fauzi mengatakan belum mengetahuinya. “Saya kan baru. Saya baru dengar ini,” ucapnya.
Untuk diketahui pada Agustus 2022, ratusan nelayan di Samarinda melakukan aksi damai di area SPBB Nomor 6775201 milik PT Triwira Jaya Katim, yang tanpa kejelasan tidak lagi beroperasi.
Dampak tidak beroperasinya lagi SPBB itu, selama tiga bulan nelayan dibuat bingung untuk mendapatkan BBM. Alhasil nelayan pun membeli BBM non subsidi agar tetap bisa melaut.
Ketika persoalan Solar untuk nelayan itu mulai ramai menjadi sorotan. Diskan Samarinda yang kala itu dipimpin Sam Syaimun, merekomendasikan dua SPBB yang dapat dimanfaatkan sebanyak 776 nelayan yang terdaftar.
Kedua SPBB yang diusulkan ke Pertamina Patra Niaga itu terletak di Kelurahan Sungai Keledang dan di Kecamatan Sungai Kunjang. Namun setelah beberapa kali pertemuan hingga diterbitkannya surat rekomendasi pengisian solar bagi nelayan oleh Diskan Samarinda itu, tidak ada lagi kejelasan mengenai apakah usulan tersebut disetujui atau tidak. (oke/nha)
Sapos.co.id